Upacara Tedhak Siten Cucu Saya

Dekorasi ruangan untuk pelaksanaan Upacara Tedhak Siten

Apa kabar sahabat-sahabat blogger dimanapun kalian berada? 

Semoga Allah melimpahkan keselamatan, rahmat dan keberkahan-NYA kepada sahabat-sahabat semua.

Pada posting kali ini saya akan menuliskan prosesi upacara Tedhak Siten yang diadakan untuk cucu saya atas prakarsa keluarga besan di Ponorogo.

Saya yang terlahir sebagai suku Sunda tidak mengenal tradisi Tedhak Siten karena tradisi ini merupakan tradisi budaya suku Jawa. Kondisi ini membuat saya penasaran bagaimana upacara Tedhak Siten dilaksanakan dan terlebih lagi apa makna yang terkandung dari setiap tahapan prosesi upacara tersebut.

***

Tedhak Siten berasal dari kata dalam bahasa Jawa yaitu Tedhak berarti turun (maksudnya menginjakkan atau menapakkan kaki) dan Siten berarti tanah. Secara lengkap Tedhak Siten merupakan tradisi menginjakkan kaki ke tanah bagi seorang anak untuk pertama kali.

...Tedhak Siten merupakan tradisi menginjakkan atau menapakkan kaki ke tanah bagi seorang anak untuk pertama kali...

Upacara Tedhak Siten dilaksanakan saat anak berusia 7 lapan kalender jawa atau 8 bulan kalender masehi, saat dimana anak mulai belajar berjalan dan merupakan momen awal saat anak mulai menapakkan kaki ke tanah.

Serangkaian prosesi pada upacara Tedhak Siten melibatkan orang tua anak sebagai pendamping, dimana hal ini menyimbolkan bimbingan orang tua yang tak kenal lelah kepada anaknya dalam meniti kehidupan.

***

Oleh keluarga besan Upacara Tedhak Siten direncanakan akan dilaksanakan sore hari,tak heran bila mulai dari pagi sudah tampak kesibukkan. Sebagian menata ruang tamu yang akan dijadikan tempat berlangsungnya upacara, sementara sebagian - kebanyakan kaum ibu - sibuk di dapur menyiapkan bahan-bahan untuk keperluan upacara dan menyiapkan berbagai menu makanan untuk acara kenduri yang dihadiri oleh bapak-bapak tetangga yang diundang.

Ruang tamu telah ditata dengan cantik dengan bantuan tukang dekor yang berpengalaman dan disiapkan untuk pelaksanaan upacara Tedhak Siten, seperti dapat dilihat pada foto diatas.

Sore hari, cucu saya bersama bapak dan ibunya juga sudah siap mengikuti proses Tedhak Siten dengan berpakaian batik bermotif satu nuansa, begitupun dengan anak-anak tetangga yang sengaja diundang untuk mengikuti upacara ini.

Siap mengikuti prosesi upacara Tedhak Siten

Tamu istimewa, "anak-anak", telah hadir

Upacara Tedhak Siten berlangsung dalam 6 (enam) tahap kegiatan. Saya akan coba jelaskan tahap demi tahap prosesi secara ringkas, termasuk makna dari setiap tahap dan disertai foto pendukungnya, sebagai berikut:

1. Membersihkan Kaki dan Menginjakkan Kaki ke Tanah

Pada prosesi ini cucu saya digendong oleh bapaknya dan kedua kakinya dicuci oleh ibunya. Kaki cucu yang masih basah kemudian di lap terlebih dahulu sebelum diinjakkan ke tanah yang telah disiapkan pada tempat khusus.

Kegiatan ini mempunyai makna bahwa si anak dipersiapkan untuk mulai menginjak tanah; lebih jauh hal ini berarti si anak dipersiapkan untuk mulai mengarungi kehidupan yang harus dilakukan dengan hati yang suci.

Mencuci dan membersihkan kaki

Menginjakkan / menapakkan kaki ke tanah

2. Berjalan Menginjak Tujuh Jadah

Untuk prosesi ini sebelumnya telah disiapkan jadah (sejenis kue dari beras ketan) sebanyak tujuh buah jadah dengan tujuh macam warna yang berbeda. Tujuh dalam bahasa Jawa adalah "pitu", secara lebih luas bermakna "pitulungan", berarti "pertolongan". Hal ini bermakna harapan semoga kelak si anak dalam menghadapi kesulitan hidup selalu mendapat pertolongan dari Yang Maha Kuasa.

Adapun aneka warna jadah menggambarkan berbagai rintangan dan kesulitan hidup yang berbagai jenis dan ragamnya. Karenanya setiap warna memiliki makna tersendiri, misalnya jadah dengan warna merah menggambarkan keberanian, dengan harapan si anak berani dalam melangkah dan mengarungi kehidupan. 

Foto dibawah ini menggambarkan ketika cucu saya dituntun untuk berjalan menginjak jadah demi jadah.

Berjalan meniti 7 warna jadah

3. Menaiki Tangga

Pada prosesi ini cucu saya dibantu oleh bapak dan ibunya menaiki tujuh anak tangga yang terbuat dari batang pohon tebu. Tebu sendiri bermakna "antebing kalbu" yang berarti penuh tekad dan rasa percaya diri. 

Prosesi ini menggambarkan bahwa anak akan mengalami perjalanan hidupnya hari demi hari sampai pada puncaknya, dengan harapannya agar anak tidak mudah menyerah dalam meraih cita-citanya, tentunya semuanya itu tak lepas dari dukungan orang tua.

Foto dibawah ini menggambarkan saat cucu saya dibantu bapak dan ibunya menaiki tangga.

Menaiki tangga dibantu bapak dan ibu

4. Kurungan dan Memilih Mainan

Untuk menjalani prosesi ini sebelumnya disiapkan sangkar atau kurungan ayam. Di dalam kurungan ditempatkan berbagai benda dalam bentuk mainan. Nantinya anak dimasukkan kedalam kurungan dan biarkan anak memilih mainan.

Makna dari prosesi ini kurungan menggambarkan kehidupan nyata yang akan dilalui anak kelak ketika dewasa. Benda yang ada dalam kurungan yang diambil oleh anak menggambarkan profesi yang akan dijalani oleh anak tersebut.

Ketika cucu saya dimasukkan kedalam kurungan, ia malah menangis walaupun sudah ditemani oleh ibunya dan bibinya. Akhirnya proses memilih mainan dilakukan diluar kurungan.

Dari beberapa mainan ternyata cucu saya mengambil mainan berbentuk laptop. Barangkali kelak ketika sudah dewasa cucu saya akan berprofesi yang berhubungan dengan komputer atau informatika. Wallahu a'lam bisawab.

Cucu saya menangis saat berada dalam kurungan

Mainan yang dipilih...laptop...!

5. Memandikan Anak

Pada proses ini si anak dimandikan dengan air yang diberi berbagai bunga. Hal ini bermakna agar kelak si anak menjadi anak yang membanggakan dan dapat mengharumkan dirinya dan keluarganya.

Ini saat cucu saya menjelang dimandikan yang sempat menangis tapi reda tangisnya setelah selesai dimandikan dan dipangku oleh bapaknya.

Menangis lagi saat akan dimandikan

Usai mandi, mulai tenang dipangku bapak

Usai dimandikan, cucu saya dikenakan pakaian adat jawa. Lucu sekali saat dalam pangkuan ibunya...

Lucu dengan pakaian adat jawa

6. Menyebar Udhik-udhik

Yang dimaksud dengan udhik-udhik adalah uang logam yang dicampur dengan bermacam-macam bunga. Pada prosesi ini udhik-udhik disebar dan dibagikan kepada anak-anak dan orang dewasa yang hadir. 

Prosesi ini mengandung makna sebuah harapan agar si anak kelak menjadi orang yang dermawan yang rela mendermakan sebagian rezekinya kepada fakir miskin.

Prosesi menyebar udhik-udhik ini menutup rangkaian upacara Tedhak Siten.

***

Usai upacara Tedhak Siten, dilanjutkan dengan "Kenduren".

"Kenduren" (atau kenduri) pada dasarnya adalah upacara selamatan yaitu berdoa bersama agar apa yang dimaksudkan - dalam hal ini setiap harapan pada prosesi Tedhak Siten - semoga dapat tercapai. Acara kenduren dihadiri oleh bapak-bapak tetangga dan tokoh yang dituakan di lingkungan sekitar. 

"Kenduren"

Pada acara kenduren ini disajikan berbagai jenis makanan termasuk nasi tumpeng dan lauk pauknya. Makanan-makanan yang tersaji ini boleh dimakan ditempat atau dibawa pulang.

***

Demikian selintas tulisan mengenai Upacara Tedhak Siten yang merupakan tradisi masyarakat Jawa, upacara yang ternyata sarat dengan makna, doa dan harapan orang tua kepada anaknya.

Sila cek video pendek berikut yang menggambarkan keseruan pelaksanaan Upacara Tedhak Siten.


Sukabumi, 9 Januari 2024

***

Dokumentasi keluarga Sukabumi - Ponorogo ~Special thanks to Mbak Alma atas dokumentasi foto dan videonya yang ciamik.


Cucu saya bersama bapak dan ibunya

Cucu saya dalam pangkuan Mbah Kakung

Keluarga besan

Keluarga saya

Antara Sukabumi dan Ponorogo...

oOo


Komentar

  1. orang dulu2 di tempat kami ada budaya ni... tapi generasi selepas ayah kami dah xbuat dan dah xde yang buat.. denghar cerita dar ibu yang bercerita dulu2 budaya nenek (ibu kepada ayah)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh ada juga budaya seperti ini disana, Mbak. Apa namanya Mbak?
      Disini budaya seperti begini sudah jarang dilakukan. Sayang sekali warisan budaya nenek moyang yang sarat dengan pesan ini kalau sampai musnah.

      Salam,

      Hapus
  2. Kalo di daerahku namanya "mudun lemah" Pak. Budaya seperti ini jgn sampai hilang, hrs ttp dipertahankan. Ini termasuk kekayaan budaya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rupanya ada budaya seperti ini di lingkungan Mas ya.
      Saya jadi penasaran dengan "mudun lemah" apakah sama dengan 'tedhak siten" ini. Coba nanti saya googling deh.

      Salam,

      Hapus
  3. Lucu liat cucunya pak pakai baju Jawa 😀..upacara ini memang patut di lestarikan,kalau nggak akan hilang seiring dengan waktu,karena sudah banyak anak"sekarang ada yang lebih memilih budaya ala"barat sana dari pada budayanya sendiri,dulu anak saya juga gitu pake,walau gak melewati proses lengkap, masuk dalam kurungan ,jalan pertama kali menyentuh tanah dan memilih mainan 😁.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah Mbak menjalankan upacara tedhak siten juga untuk anaknya, salut Mbak, Budaya seperti ini rupanya sekarang sudah jarang dilakukan. Tinggal keperdulian kita untuk berusaha melestarikannya.

      Salam,

      Hapus
  4. Tradisi seperti ini harus tetap dilesarikan arena ini adalah bagian dari budaya bangsa kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju sekali, Mbak.
      Boleh dibilang upacara yang dijalankan ini hanya salah satu upaya pelestarian, karena saat ini sudah jarang dilaksanakan.

      Salam,

      Hapus
  5. Unik sekali tradisinya ya Pak Asa. Semoga tradisi begini tak hilang ditelan masa dan arus moden.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul unik. Mbak. Tradisi ini tidak dikenal di suku saya, makanya saya penasaran sekali dengan upacara ini.
      Harapan saya juga demikian, semoga berbagai tradisi tidak luntur termakan arus zaman.

      Salam,

      Hapus
  6. Dekat Malaysia ini pun ada yang buat upacara jejak tanah ini.. Saya tahu pun sebab kenalan saya ada bagi tahu.. Cuma bagaimana tu tak pula saya tahu sebab upacaranya dibuat untuk ahli keluarga sahaja.. Menarik perkongsian saudara ini..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ternyata disana juga ada upacara seperti begini ya Mbak?
      Apa nama upacaranya Mbak?
      Sayang ya hanya untuk keluarga saja, jadi Mbak tidak dapat menyaksikannya.

      Salam,

      Hapus
  7. Alhamdulilah acara tedhak siten cucu Bapak berjalan lancar ya Pak...meriah dan khidmad...cucu pun kelihatan nampak riang gembira menikmati prosesi demi prosesi. Semoga cucu Bapak diparingi kesehatan, makin pinter dan menjadi anak yang sholeh amin 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah Mbak semua berjalan lancar.
      Terima kasih atas do'a nya Mbak, terutama do'a untuk cucu saya.

      Salam,

      Hapus
  8. Terima kasih pak perkongsiannya.
    Budaya bayi turun tanah ni dah hampir pupus di sini walaupun dalam kalangan masyarakat jawa.
    Lucu amat puthunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kembali Wak.
      Sama Wak disini juga sudah jarang keluarga-keluarga melaksanakannya. Sepertinya hampir pupus juga Wak.
      Iya Wak cucu saya lagi lucu-lucunya....

      Salam,

      Hapus
  9. Lucunya cucunya Pak :D
    selamat ya, semoga jadi anak sholeh dan penuh berkah, aamiin.
    Anak saya, cuman yang kakak nih merasakan yang beginian, tapi nggak pakai acara besar-besaran, cuman diselamatin sama eyang putrinya.
    Dulu soalnya saya masih kerja kantoran, jadi si bayi sulung dijaga di rumah eyangnya.
    Jadinya banyak banget acara ini itu yang mau nggak mau saya turutin, biar hati eyangnya senang.
    Jujur saya nggak suka acara beginian, karena malas ribet :D
    Tapi demi mertua senang, saya mah ikut aja :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak, cucu lagi lucu-lucunya...

      Sepertinya sama Mbak, acara ini juga atas prakarsa besan. Saya malah ga faham upacara ini. Ternyata menarik juga ketika mengikutinya.

      Kalau masalah ribet, bener Mbak. Dari mulai penyiapan ruangan, menyiapkan makanan suguhan & pernik-pernik lain. Tapi namanya hidup di desa, tetangga kiri kanan ga diminta pun pada datang untuk membantu. Jadi berkurang beban pekerjaannya.

      Salam,

      Hapus
  10. Terima kasih atas perkongsian, Pak Asa. Dulu masa saya kecil, ada upacara begini, jejak tanah untuk bayi. Sekarang, sudah tak ada lagi, rasanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kembali, Mbak
      Dari beberapa komentar diatas, ternyata di Malaysia juga ada ya upacara seperti begini. Apa nama upacaranya Mbak? Sayang ya sekarang sudah tidak ada lagi.

      Disini pun sudah mulai jarang dilaksanakan Mbak...

      Salam,

      Hapus
  11. alhamdulillah..meriah majlisnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah Mbak acaranya berjalan lancar dan meriah juga.

      Salam,

      Hapus
  12. Di Tegal Jawa tengah juga ada acara mirip itu yaitu Mudhun Lemah pak, dulu waktu anak pertama saya ada acara itu, cuma setelah anak kedua enggak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama upacaranya Mudhun Lemah sama filosofisnya dengan Tedhak Sinten ya Mas. Tapi saya penasaran, apa urutan prosesinya sama tidak ya?

      Salam,

      Hapus
    2. Urutan prosesinya sebenarnya mirip, tapi waktu aku ngga terlalu mirip. Aku cuma minta dukun bayi yang biasa mandiin buat baca doa, lalu kaki anak mulai menyentuh tahan. Habis itu dimasukkan kurungan ayam suruh milih mainan.

      Sepertinya ada lagi, tapi sudah lama 10 tahun lalu jadi lupa.😂

      Hapus
    3. Barangkali hanya intinya yang penting saja yang dilaksanakan ya Mas.
      Oh 10 tahun lalu. Wajar kalau sudah lupa.

      Salam,

      Hapus
  13. Selama ini cuma tau adatnya aja, gak tau detailnya. Ternyata begini. Masya allah semoga cucunya jd anak yg baik lahir batinnya, cerdas, sehat, dan mudah dlm menjalani pendidikan.

    Unik ya tradisinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin YRA. Terima kasih do'anya Mbak untuk cucu saya.
      Memang unik tradisi ini Mbak. Tradisi ini tidak ada di masyarakat saya, jadi bikin penasaran juga ketika pertama mendengar akan diadakan upacara Tedhak Sinten buat cucu saya.

      Salam,

      Hapus
  14. moga cucu membesar dengan sihat,menjadi orang yang berguna pada agama,bangsa&negara...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin YRA. Terima kasih do'a nya untuk cucu saya Mbak.

      Salam,

      Hapus
  15. Unik sangat budaya nya. nice sharing

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak unik tradisi ini. Saya senang menjadi bagian dari upacara ini.

      Salam,

      Hapus
  16. Pertama kali saya dengar perkataan upacara Tedhak Siten...kalau di Malaysia dipanggil kenduri cukur rambut dan doa selamat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau di masyarakat saya ada juga upacara cukur rambut dan do'a selamat, Mas. Nama upacaranya Marhabaan. Biasanya bersamaan dengan aqiqah.

      Salam,

      Hapus
  17. Tedhak siten, kalau di tempat saya namanya mungkin Pallas Bidan atau Bapallas, biasanya sekalian potong rambut segala macam, entahlah saya kurang tau soal tradisi ini, padahal baru aja sebulan lalu family, (keponakan saya lahir), menyelenggarakan itu, tapi saya tidur jadi ga ikut menyaksikan, wkwk..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah saya ketemu istilah upacara baru nih Mas. Pallas Bidan atau Bapallas ya?
      Penasaran juga bagaimana upacara tersebut pelaksanaannya. Coba saya googling deh.

      Salam,

      Hapus
  18. Di Malaysia pun ada upacara yang sama, Namanya Upacara Jijak Tanah... Tapi dah lama tak kelihatan yang mengamalkannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih infonya, Uncle. Ternyata di Malaysia pun ada upacara seperti Tedhak Siten ini. Sama juga ya makna Jijak Tanah dengan Tedhak Siten.
      Sayang ya Uncle sudah jarang dilaksanakan.

      Salam,

      Hapus
  19. Baru2 ini temen saya, generasi millenial juga, ngadain acara ini buat anaknya.Tapi saya baru au tahapan dan rangkaian acaranya ternyata panjang juga ya.alhamdulillah ya pak, acaranya lancar aja..semoga anaknya juga jd anak sholeh aamiin yra

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak prosesi lengkapnya ternyata panjang seperti saya tuliskan setiap prosesinya disini.
      Terima kasih do'a nya untuk cucu saya, Mbak.

      Salam,

      Hapus
  20. di tempat saya Jawa timur , tradisi ini masih berlaku pak meskipun tidak dalam 6 tahapan, setidaknya masuk kurungan itu ada. Hehe. Sayangnya hanya dilakukan pada anak pertama, sedangkan anak ke dua dan adek-adekknya tidak ada. Itung-itung sebagai syarat budaya aja. Hehe. Selain karena memang ritual ini panjang, juga memerlukan dana yang tidak sedikit.

    Semoga cucunya diberkahi hidupnya, setiap langkahnya mengarah ke arah ibadah. didekatkan dengan orang-orang sholeh dan sholeha ya Pak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi masih sering dilakukan upacara Tedhak Siten ya di daerah Mbak.
      Memang Mbak memerlukan dana dan ribet juga mulai dari persiapan. Apalagi harus disiapkan juga berbagai keperluan untuk upacaranya dan juga sajian untuk kenduren nya.

      Terima kasih do'anya untuk cucu saya, Mbak.

      Hapus
  21. Salah satu keunikan orang jawa itu seperti ini. Selalu menandai momen-momen tertentu dengan sebuah perayaan atau syukuran. Bahkan dalam prosesnya pun masih menambahkan sesuatu untuk dijadikan sebagai simbol. contohnya seperti jadah yang digambarkan sebagai bentuk halangan, dan mainan yang disimbolkan sebagai profesi atau apa yang disukainya kelak.

    Sebagai orang jawa berharap tradisi semacam ini bisa terus bertahan dan dilestarikan dari generasi ke generasi selanjutnya. Tradisi seperti ini pada hakekatnya sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan.

    Selamat bertumbuh dan berkembang dek :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sepakat memang pada budaya jawa selalu tersembunyi simbol dan makna, walau terlihat sekilas seperti hanya main-main. Contohnya seperti memilih mainan itu, Mas.

      Semoga tradisi seperti Tedhak Siten ini tetap lestari, walau konon masa kini sudah jarang keluarga-keluarga melakukannya.

      Salam,

      Hapus
  22. Pernah dengar adat ini semasa Mrs. A kecil tapi tak pernah lihat.
    Perkongsian yang menarik.
    Terima kasih singgah di my blog my stori

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berarti di negeri Mbak juga ada yang upacara yang mirip dengan Tedhak Siten ini.
      Terima kasih juga Mbak telah berkunjung balik ke blog saya ini.

      Salam,

      Hapus
  23. di Malaysia sudah hampir pupus adat sebegini pd zaman skrg. Semoga cucu Bapak akan menjadi anak yg soleh. Aamiin....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama Pak, adat seperti begini sudah tidak banyak keluarga yang melaksanakannya. Mungkin mirip dengan kondisi disana, hampir pupus juga.

      Terima kasih Pak atas do'anya untuk cucu saya.

      Salam,

      Hapus
  24. ooo upacara pijak tanah... sy rasa kalau di sini hanya golongan diraja sahaja yang ada buat.

    hehehe saya dah agak. cucu mas pasti akan menangis bila dimasukkan dalam kurungan tu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh disana namanya upacara pijak tanah ya Mbak. Rupanya hanya golongan raja saja yang suka melaksanakannya.

      Iya Mbak cucu nangis saat dimasukkan kedalam kurungan. Barangkali ketakutan karena harus disertai anak ayam juga...padahal dijaga sama ibu dan bibinya.

      Salam,

      Hapus
  25. bagi saya adat yang baik apa salahnya dikekalkan agar generasi hari ini tahu bahawa bangsa mereka kaya dengan adat budaya...

    btw saya sukaaaaaaaaaa dengan foto cucu mas pakai baju orang jawa tu... comellll sangat!!!🤩🤩

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat Mbak. Adat budaya dan tradisi yang baik mesti dijaga agar tidak musnah tertelan zaman.

      Terima kasih Mbak, memang cucu saya terlihat lucu sekali berpakaian adat jawa...

      Salam,

      Hapus
  26. sampai dia dewasa dikasih lihat ini menyenangkan sekali :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak semoga menjadi kenangan masa kecil yang indah buat cucu saya nanti.

      Salam,

      Hapus
  27. di Malaysia ada beberapa negeri yang masih mengamalkan tapi tak banyak yang buat adat tradisi gini lagi pak. Maklum la zaman sekarang budak dari umur kecil dah diajak berjalan di bawah hehehhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau demikian sama keadaannya dengan disini, Mbak.

      Tidak semua suku mempunyai tradisi seperti ini. Yang baru saya tahu hanya suku jawa (jawa tengah dan jawa timur) yang memiliki tradisi seperti ini., itupun dengan nama tradisi yang berbeda.

      Salam,

      Hapus
  28. Bagus sharing nya ni Pak.
    Di kampung saya yang sebelum ini ramai masyarakat Jawa, dahulunya ada upacara begini. Kami panggil upacara "turun tanah". Secara ringkasnya anak kecil yang sudah sedia untuk berjalan ini (7-8 bulan) akan dipegang oleh ibu atau bapa lalu kakinya diinjakkan ke tanah tanpa memakai kasut.

    Kemudian anak ini akan didudukkan berhampiran beberapa objek seperti buku, alaltulis, emas dan sebagainya. Nanti anak ini akan memilih objek yang disukai kononnya bila dewasa akan jadi seperti guru kalau ambil buku atau orang kaya jika mengambil emas. Wallahu'lam.

    Kebiasaannya ada "bancaan" di mana ada kenduri kecil panggil jiran dan saudara terdekat. Awal-awal ada rewang buat bubur candil. Makanan yang biasa dihidangkan nasi ambeng. Bubur candil tu dikira dessert tapi main dish lah setiap kali ada upacara turun tanah.

    Itu lah yang saya ingat sebab sekarang ni ditempar saya tidak ada pula orang buat sebab ia sekadar adat masyarakat Jawa. Kini ramai yang kahwin campur jadi macam terkubur sahaja adat tersebut. Mungkin masih ada lagi di tempat lain tapi kami adik beradik tak pernah buat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rupanya di kampung Mbak ada masyarakat Jawa. Saya bertemu dengan 2 blogger Malaysia yang rupanya kakek-nenek mereka berasal dari Jawa, tepatnya dari Ponorogo. Saya belum pelajari bagaimana kakek-nenek mereka sampai merantau ke Malaysia.

      Disana upacara Tedhak Siten ini bernama "Turun Tanah" ya Mbak. Kalau dibaca dari komentar Mbak prosesinya sama dengan Tedhak Siten dan diakhiri juga dengan kenduri yang dihadiri oleh tetangga dan saudara dekat.

      Sayang sekali ya Mbak kalau sekarang "Turun Tanah" tidak ada lagi dilaksanakan disana. Disini pun sama Mbak, tidak seluruh keluarga melaksanakan upacara ini.

      Terima kasih atas informasinya yang sangat berharga.

      Salam,

      Hapus
  29. Baca ini saya jadi ingat dulu anak pertama saya di Adain acara tedhak sinten. Krn suami kan orang solo. Mertua juga msh kuat tradisi jawanya.

    Taoiiii pas anak kedua, bhaaay 🤣🤣. Ga dilakuin lagi. Cukup yg pertama aja... Kalo ga salah dulu pas msk dlm kurungan, si kakak milih uang euro di antara beberapa barang di dalam 😄. Jadi kami berharap dia bisa kerja dengan gaji euro😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi pernah adakan upacara tedhak siten juga ya Mbak untuk anak pertamanya. Ribet ya Mbak dari mulai persiapan sampe selesai. Banyak pernik-pernik yang harus disiapkan.

      Wah pilihannya uang euro... Semoga saja sesuai dengan harapan Mbak sebagai ibunya.

      Salam,

      Hapus
  30. Saya baru tahu ada upacara Tedhak Siten dari posting ini.
    Semoga Anda sekeluarga berbahagia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih komentarnya Mas.
      Demikian juga, semoga Mas dan keluarga sehat selalu dan tetap berbahagia.

      Salam,

      Hapus
  31. Menarik upacara tedhak siten ni ye. Geram pulak saya tengok si kecil itu.

    Keluarga saya mahupun sebelah en. suami tak pernah buat upacara begini cuma dulu, waktu melahirkan anak ketiga, jiran rumah kami ambil baby kami dan jejakkan kakinya ke tanah buat pertama kali sebagai simbolik selamat datang ke dunia. Kami hanya buat majlis aqiqah, cukur jambul dan doa selamat untuknya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Terimakasih telah singgah dan membaca tulisan saya. Bila berkenan, silahkan sahabat tinggalkan komentar. Cepat atau lambat saya akan membalas komentarnya dan mengunjungi blog sahabat.

Mohon ma'af komentar yang menyertakan link hidup akan saya hapus.