...ngeblog hanya untuk senang-senang...

Kamis, 15 Juni 2023

Lagu dan Kenangan: Kiss Me


Saya pikir banyak orang yang sekali-sekali suka kembali ke masa silam. Walau secara fisik tidak memungkinkan, namun secara pikiran, perasan dan imajinasi sangat memungkinkan. Tentu saja untuk kembali ke masa silam dibutuhkan suatu penghubung atau suatu perantara atau katakanlah suatu medium.

Salah satu medium yang sering membawa saya ke masa silam adalah musik atau lagu. Salah satunya adalah lagu Kiss Me dari grup Sixpence None The Richer.

Sixpence None The Richer | source: youtube

Lagu Kiss Me membawa pikiran dan kenangan saya ke masa-masa pahit dalam hidup saya. Tapi konon sebagian orang berpendapat, masa-masa pahit di masa lalu justru akan menjadi kenangan yang lebih indah dibanding dengan masa-masa manis. Eh, apa benar demikian?

Saat itu tahun 1998. Krisis moneter melanda negara yang kemudian merembet kepada krisis politik. Puncaknya Presiden Soeharto mundur dari tampuk kekuasaan dan zaman pemerintahan Orde Baru berakhir.

Guncangan krisis berimbas juga kepada dunia kerja. Perusahaan-perusahaan banyak yang berhenti beroperasi, atau kalaupun masih beroperasi namun dengan mengorbankan banyak pekerjanya untuk diberhentikan.

Hal yang serupa terjadi juga pada perusahaan tempat saya bekerja. Saya salah satu korbannya. Mau tidak mau, suka tidak suka saya harus meninggalkan perusahaan yang sudah 8 tahun saya bekerja disana. Ya, saya terkena PHK alias Pemutusan Hubungan Kerja alias lay off di pertengahan tahun 1998.

Dan, jadilah saya pengangguran...!

Sebagai pengangguran, aktivitas harian banyak berubah. Biasanya setiap pagi berangkat kerja, kini mengantar dua anak saya bersekolah, ke Sekolah Dasar yang agak jauh dari rumah. Lalu di siang hari, saya kembali ke sekolah menjemput anak-anak pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, saya biasa langsung menghidupkan tv. Siang hari selalu saya membuka salah satu saluran tv yang memutarkan lagu-lagu yang sedang hits saat itu. Saat itulah sering ditayangkan video klip lagu Kiss Me dari Sixpence None The Richer.

Sixpence None The Richer - Kiss Me | source: youtube

Entah sampai beberapa bulan ke depan, video klip lagu Kiss Me selalu tayang setiap hari. Barangkali karena keseringan menyimak lagu itu, tak aneh bila lagu itu menancap kedalam pikiran saya.

Kiss Me demikian berkesan dan berpengaruh dalam hidup saya. Bahkan hingga kini, bila menyimak lagu itu pikiran saya jauh menerawang ke tahun 1998 - 1999, saat kepahitan hidup saya rasakan, dan menjalani keseharian sebagai penganggur hingga awal tahun 2000.

Inilah Kiss Me, lagu untuk mengenang masa-masa pahit dalam hidup saya,


Teman-teman, adakah lagu yang demikian berkesan dan berpengaruh kedalam hidup kalian?

Sukabumi, 15 Juni 2023

Senin, 12 Juni 2023

Jalan Kaki Cireungas - Lampegan


Jalan kaki yang rutin saya lakukan setiap pagi, dengan rute yang hampir sama - kadang menyusuri jalan-jalan di kota Sukabumi, kadang jalan kaki mengelilingi Lapang Merdeka - perlu juga semacam rute khusus.

Rute khusus jalan kaki ini biasanya saya lakukan di akhir pekan, sekadar untuk selingan agar tidak bosan dengan hanya melewati rute itu-itu saja, dan juga sarana rekreasi sambil melihat pemandangan alam yang hijau dan asri.

Sabtu kemarin, 10 Juni 2023, rute khusus jalan kaki saya mulai dari Stasiun Cireungas sampai Stasiun Lampegan.

Lintasan kereta Cireungas - Lampegan | Geogle Maps

Alasan saya mengambil rute jalan kaki antara dua stasiun itu karena jaraknya yang tidak terlalu jauh. Jarak kedua stasiun ini setara dengan 10 menit perjalanan kereta. Mungkin jaraknya sekitar 4 sampai 5 km, katakanlah jaraknya 4 km, maka pulang - pergi total jaraknya adalah 8 km.

Berdasarkan beberapa informasi dan saya pernah mengambil beberapa sample data dengan bantuan aplikasi android Pedometer, jarak 8 km akan ditempuh selama 2 jam berjalan kaki (tidak termasuk waktu istirahat di tengah perjalanan) atau sama dengan 10.000 langkah. 

Bukankah 10.000 langkah merupakan jumlah langkah ideal yang harus dipenuhi setiap hari?

Cireungas - Lampegan

Sekitar jam 06.10 pagi, saya sampai di Stasiun Cireungas, turun dari Kereta Siliwangi yang saya naiki dari Stasiun Sukabumi jam 05.45 pagi.

Dari Stasiun Cireungas saya mulai aktivitas jalan kaki, bergerak menyusuri jalan kereta ke arah timur menuju tujuan akhir di Stasiun Lampegan.

Udara pagi terasa demikian sejuk dan dingin. Kabut pagi masih memyelimuti. Bagian-bagian bumi yang tinggi masih tertutup kabut.

Walau masih pagi, saya melihat orang-orang sudah mulai menggeliat dengan aktivitas hariannya. Seperti beberapa yang berpapasan dengan saya di jalan kereta.

Beberapa foto sempat saya ambil, seperti saya lampirkan dibawah ini.






Setelah sempat istirahat beberapa menit ditengah perjalanan, sekitar jam 07.30 sampailah saya di depan Terowongan Lampegan.


Sebagai informasi, terowongan Lampegan dibangun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda pada kurun waktu antara tahun 1879 sampai dengan 1882. Angka 1879 - 1882 ini tertera pada dinding depan terowongan. Mengingat tahun pembangunannya, terowongan Lampegan merupakan terowongan tertua di Indonesia.

Panjang terowongan Lampegan semula 688 meter - namun karena terowongan ini mengalami kerusakan akibat rembesan air dan longsoran tanah di mulut terowongan, kemudian direnovasi dengan pemangkasan agar tetap bisa dilewati kereta - kini panjangnya menjadi 415 meter.

Untuk tulisan rinci tentang terowongan Lampegan, sila baca tulisan pada blog ini juga berjudul Terowongan Lampegan, Terowongan Kereta Tertua di Indonesia.
Di depan terowongan saya sempat berpikir, berani tidak saya melewati terowongan Lampegan seorang diri? Selain karena saya belum pernah menembus terowongan Lampegan, juga bagian dalam terowongan terlihat gelap dari luar.

Kebetulan ada pedagang ikan pindang keliling yang akan melewati terowongan. Ia memikul dagangannya dan akan menjualnya dengan berkeliling ke kampung-kampung yang ada di daerah Lampegan dan sekitarnya.

Setelah berbincang sejenak, akhirnya saya mengikuti langkah pedagang ikan pindang itu menembus terowongan.

Sebelum memasuki terowongan, bersama pedagang ikan pindang keliling

Memasuki terowongan terasa udara yang dingin menusuk. Makin masuk ke dalam terowongan, makin gelap. Si pedagang ikan pindang sudah siap dengan senter untuk menerangi langkah kakinya. Saya tidak siap dengan kondisi di dalam terowongan, tidak membawa senter, tapi masih bisa menggunakan senter dari handphone.

Sepanjang dalam terowongan, terjadi perbincangan. Menurut cerita si pedagang ikan pindang, beberapa waktu lalu dipasang lampu-lampu di sepanjang terowongan. Tapi sekarang lampu-lampu tersebut telah raib entah kemana. Kemungkinan ulah tangan-tangan jahil.

Di dalam terowongan Lampegan


Beberapa bagian terowongan dialiri air. Air dari luapan selokan kecil yang ada disisi terowongan. Sedangkan pada beberapa bagian dinding kiri dan kanan terowongan, terdapat beberapa area semacam cekungan yang dapat menampung beberapa orang. Cekungan ini dimaksudkan untuk area menepi seandainya seorang berada dalam terowongan dan kereta datang melintas.

Memakan waktu sekitar 10 menit untuk melintasi terowongan. Selepas dari ujung terowongan sampailah saya di Stasiun Lampegan.

Terowongan Lampegan dipandang dari Stasiun Lampegan

Bangunan Stasiun Lampegan

Area sekitar Stasiun Lampegan

Lampegan - Cireungas

Sekitar 20 menitan saya istirahat di sekitar Stasiun Lampegan, saatnya saya kembali menyusuri jalan kereta menuju ke Stasiun Cireungas.

Kabar baiknya, saya berani melewati terowongan Lampegan sendirian saja. Berbekal senter di handphone, jadilah saya memasuki terowongan.

Selepas terowongan, cuaca pagi sangat cerah. Beberapa sudut pemandangan saya abadikan. Beberapa saya tampilkan di bawah ini.





Sampai di Stasiun Cireungas, saya menunggu Kereta Siliwangi yang akan membawa saya kembali ke Sukabumi.


Kereta Siliwangi datang tepat waktu. Banyak penumpang yang akan naik kereta. Dan satu demi satu penumpang menaiki kereta dengan tertib dan tidak terburu-buru.



Demikian cerita jalan kaki pagi saya kali ini yang saya sertakan dengan beberapa potret pemandangan alam yang masih asri yang saya lewati selama perjalanan.

Sampai jumpa pada cerita jalan kaki rute khusus berikutnya.

Sukabumi, 11 Juni 2023



Kamis, 08 Juni 2023

Menjadi Pelanggan KRL Commuter Line


Sepertinya kedepan saya akan menjadi pelanggan KRL (Kereta Rel Listrik) Commuter Line. Memang tidak setiap hari naik KRL - selanjutnya saya tulis saja sebagai KRL untuk menunjuk KRL Commuter Line - tapi setidaknya dua kali dalam sebulan saya pasti naik KRL dari stasiun KRL Bogor.

KRL adalah moda transportasi massa yang menghubungkan kota-kota yang mengeliling Jakarta - seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi - dengan tujuan utamanya untuk menuju Jakarta. Nama kota-kota yang terhubung tersebut biasa disingkat sebagai Jabodetabek

Biasanya perjalanan saya dimulai dari Sukabumi ke Bogor dengan naik Kereta Pangrango dengan lama perjalanan selama dua jam lebih sedikit untuk sampai di Bogor. Dari Stasiun Bogor inilah saya kemudian naik KRL.

Bila orang kebanyakan naik KRL rata-rata untuk menuju tempat kerjanya di Jakarta dan sekitarnya, saya naik KRL menuju rumah anak saya di sekitaran Bogor hanya karena akan menengok cucu tercinta.

Suasana pagi, calon penumpang bergegas akan naik KRL


Serba-serbi Naik KRL

Untuk naik KRL pembelian tiketnya tidak bisa secara tunai namun menggunakan kartu. Kartu ini bernama KMT (Kartu Multi Trip). KMT ini berisi saldo uang yang dapat diisi ulang (top up) di loket stasiun atau melalui vending machine.

Saat memasuki stasiun hendak naik KRL, KMT ditempelkan pada bagian sebelah kiri gate. Ini akan mencatat kita berangkat dari stasiun mana. Kemudian saat keluar dari stasiun tujuan, KMT ditempelkan kembali di gate, ini untuk memotong saldo KMT sesuai jumlah tarif yang dikenakan.

Gerbang masuk dan keluar stasiun KRL

Menempelkan KMT saat keluar di stasiun tujuan

Sebelum menempelkan KMT pada gate, ada baiknya diperiksa terlebih dahulu saldo KMT. Terdapat mesin khusus untuk memeriksa saldo KMT. Cukup tempelkan KMT pada mesin tersebut, maka akan ditampilkan jumlah saldo yang tersedia.

Untuk tarif KRL, pada setiap stasiun terdapat papan informasi tarif dari stasiun tersebut ke stasiun tujuan.

Tarif KRL dari Stasiun Bogor

 

 Bagaimana suasana di dalam gerbong KRL?

Ini gambaran suasana di gerbong KRL. Dengan udara yang sejuk ber-AC, lantai yang bersih mengkilat dan tempat duduk yang empuk, membuat perjalanan terasa nyaman. Sebagai catatan, saat ini pemakaian masker tetap diwajibkan saat naik KRL.

Suasana dalam gerbong KRL - bukan pada jam sibuk


Tapi jangan salah, foto tersebut diambil bukan pada jam sibuk. Jam sibuk biasanya terjadi pada jam-jam tertentu setiap hari kerja. 

Misalnya, bila dari Bogor menuju Jakarta, jam sibuk terjadi pada pagi hari sampai agak siang. Ini mengantar para pekerja menuju lokasi kerjanya di Jakarta sekitarnya. 

Sebaliknya dari Jakarta ke Bogor jam sibuk terjadi pada sore hari, saat para pekerja keluar kantor dan pulang menuju rumahnya masing-masing di Bogor sekitarnya.

Pada jam sibuk ini, sebagian besar penumpang akan berdiri, dengan tangan tergantung pada gantungan yang tersedia dengan kondisi yang berdesak-desakan.

Sebagai informasi tambahan, dibawah ini adalah peta rute KRL. Perhatikan banyaknya titik stasiun yang dilewati saat KRL menuju Jakarta.

Rute KRL | sumber: commuterline.id

Melihat jangkauan rute KRL yang demikian luas, tak salah bila situs commuterline.id menyatakan bahwa setiap hari KRL mengangkut 700.000 - 850.000 orang penumpang. Luar biasa!

Sukabumi, 8 Juni 2023

Senin, 05 Juni 2023

Monokrom Berusia 50 Tahun


Tidak berwarna, namun tersirat berjuta "warna" disana. Setidaknya itu citra yang saya serap ketika mengamati foto monokrom lama yang tersimpan pada album foto pribadi saya.

Foto itu membekukan momen saat saya masih duduk di kelas III Sekolah Dasar saat fotonya diambil pada akhir Juni 1973, demikian tertulis dibalik lembaran fotonya.

Berarti pada bulan Juni 2023 ini, foto tersebut tepat berusia 50 tahun!

Inilah foto yang saya maksud,


Sekolah saya tersebut berlokasi di pinggiran Kota Sukabumi. Sayang kini sudah tidak ada lagi jejak sekolahnya, karena sekolah itu dikelola oleh satu yayasan swasta yang tidak berlanjut aktivitasnya.

Terlihat pada bagian samping foto sebagian bangunan sekolah. Kondisi sekolah sangat sederhana dengan lantainya hanya berupa tanah yang dikeraskan. Bila musim kemarau, murid-murid mempunyai tugas giliran untuk menyiram lantai sebelum proses belajar dimulai. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir debu yang beterbangan yang berasal dari lantai tanah.

Sebagian teman-teman sekelas tidak beralas kaki, sebagian ada yang memakai sandal, tapi tak seorang teman pun yang memakai sepatu. Seingat saya saat itu tidak ada ketentuan pemakaian seragam, sehingga bermacam-macam pakaian dikenakan saat bersekolah, seperti terlihat pada foto.

Pergi dan pulang sekolah hanya dengan berjalan kaki, merupakan hal yang lumrah. Perlu dicatat, kendaraan umum semacam angkutan kota belum tersedia pada saat itu.

Namun berbagai kondisi minim tersebut - bila dibandingkan dengan umumnya kondisi sekolah saat ini - tidak menyurutkan murid-murid untuk mengikuti kegiatan belajar dengan riang dan semangat.

Hanya sampai kelas III saya bersekolah disana. Menginjak kelas IV, saya pindah sekolah, mengikuti kepindahan tempat kerja orang tua, ke sekolah yang berlokasi di sekitar pusat kota Sukabumi.

Kondisi sekolah yang baru ini lebih baik bila dibandingkan dengan kondisi sekolah saya sebelumnya. Demikian juga dengan murid-muridnya, sudah ada ketentuan berpakaian seragam dan bersepatu.

Sayang sekali saya tidak mempunyai foto bagaimana kondisi sekolah saya yang baru tersebut. Yang tersimpan pada album foto pribadi saya hanya ada foto saat perpisahan kelas VI, sebelum kami berpisah untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama pilihan masing-masing.

Foto saat perpisahan ini diambil pada tahun 1976, saat tour ke pantai Palabuhanratu, Sukabumi


Demikian sekilas cerita  berjuta "warna" yang terkandung dalam foto monokrom lama. Sampai saat ini kenangan yang tersimpan pada foto-foto tersebut demikian membekas saat saya menatapnya.

Sukabumi, 5 Juni 2023

Kamis, 01 Juni 2023

Jalan-jalan ke Jans Park


Hari ini, Kamis 1 Juni 2023, bertepatan dengan hari libur nasional - Hari Lahir Pancasila - saya bersama rombongan teman-teman semasa sekolah di Sekolah Menengah Pertama ( ~ Junior High School), melakukan perjalanan wisata ke Jans Park.

Jans Park singkatan dari Jatinangor National Park, merupakan objek wisata yang berlokasi di Hegarmanah, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. 

Karena jarak yang cukup jauh, menurut google maps jarak Sukabumi - Jatinangor, Sumedang sekitar 117 km, kami memutuskan untuk berangkat dari Sukabumi jam 04.30 dengan harapan akan sampai di Jans Park saat masih pagi.

Dalam perjalanan direncanakan juga kalau rombongan akan mampir dahulu di masjid yang dilewati untuk melaksanakan shalat Subuh.

Nice plan. Maka berangkatlah rombongan berjumlah 8 orang menuju Jans Park.

Jalanan yang dilalui cukup lengang, mungkin karena hari ini hari libur nasional, sehingga perjalanan lancar tanpa terjebak kemacetan.

Kurang lebih Jam 08.00-an rombongan sampai di gerbang Jans Park. Ini sekilas suasana di Jans Park bagian depan.

Kakek-kakek dan nenek-nenek - yang dulu masih imut sewaktu bersekolah di Sekolah Menengah Pertama - ingin juga bergaya di halaman depan Jans Park... 🙂

Mari teman-teman kita berwisata...

Jans Park, 1 Juni 2023

 ***

Berikut, saya lampirkan foto-foto sudut-sudut Jans Park :

Outdoor Area




Rainbow slide aka Perosotan

Masjid Al Munir

Masjid Al Munir




 Indoor Area






 Kuliner Area




 Sukabumi, 14 Juni 2023